Bentrokan saat Karaoke, Kejari Aceh Utara Lakukan Restorative Justice Antara Tersangka dan Korban

  • Bagikan
Kejari Aceh Utara melaksanakan ekspose pelaksanaan restorative justice perkara tindak pidana penganiayaan bersama dengan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia. Foto: IST
Kejari Aceh Utara melaksanakan ekspose pelaksanaan restorative justice perkara tindak pidana penganiayaan bersama dengan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia. Foto: IST

ACEH UTARA- Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara melaksanakan ekspose pelaksanaan restorative justice perkara tindak pidana penganiayaan bersama dengan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, dan Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Aceh, Senin 31 Januari 2022.

Kegiatan itu dilakukan Kajari Aceh Utara, Dr. Diah Ayu Hartati Listiyarini Iswara Akbari, bersama Kepala Seksi Pidana Umum, Yudhi Permana, S.H., M.H., Jaksa Fasilitator I, Simon, S.H.,M.H dan Jaksa Fasilitator II, Harri Citra Kesuma, S.H.

Hal itu berkaitan dengan telah berhasilnya pelaksanaan restorative justice atas tindak pidana penganiayaan yang dilakukan tersangka/pelaku berinisial MU terhadap korban MA.

Kajari Aceh Utara, Dr. Diah Ayu Hartati Listiyarini Iswara Akbari, melalui Kasi Intelijen Kejari Aceh Utara, Arif Kadarman, S.H., mengatakan,
sebelumnya pada 20 Januari 2021 pihaknya telah melaksanakan upaya perdamaian antara pelaku MU dengan korban MA yang juga disaksikan ibu kandung korban dan abang ipar tersangka.

Arif menambahkan, dari perkara tindak pidana penganiayaan ini berhasil dilakukan perdamaian. Untuk kronologis kejadian bahwa pada 17 November 2021 sekitar pukul 22.30 WIB tepatnya di Gampong Mee Aron. Kecamatan Syamtalira Aron, Aceh Utara, saat itu korban MA sedang berkaraoke di sebuah acara pesta pernikahan dengan menggunakan sound system.

Ketika itu, sebut Arif, datang seorang saksi yang juga selaku ketua pemuda gampong menegur korban MA untuk mengecilkan volume musik, dan saat itu korban menuruti atas permintaan saksi tersebut. Namun, korban meneruskan kegiatan karaoke tersebut hingga pukul 23.00 WIB, tidak lama kemudian datang pelaku MU dan menarik stop kontak arus listrik sound system hingga musik langsung mati.

Ia melanjuthkan, tidak berapa lama, sound system kembali dihidupkan oleh pemilik rumah acara pesta pernikahan itu, dan korban bersama beberapa tamu yang lain melanjutkan berkaraoke hingga pukul 23.30 WIB. Setelah itu, pelaku MU mematikan sound tersebut, lalu korban terlibat pertengkarang mulut dengan seorang saksi (JA). Di mana tiba-tiba JA mengatakan kepada korban “Bukan Bagus Sekali Suaramu Pun”. Dijawab oleh korban “Kenapa Anda”, kemudian dijawab JA “Kau Hidupkan Lagi”, lalu dijawab lagi oleh korban MA “Kenapa Anda”. Lalu dengan emosi dan sambil menunjuk kearah korban dengan menggunakan pisau untuk memotong daging, saksi JA menyatakan lagi “Oo, Kamu Tidak Tahu Siapa Saya Ya, Pulang Sana Besok jangan Saya Lihat Kamu di Sini, Kenapa Kesini Kau”.

Melihat kejadian tersebut, sebut Arif, secara tiba-tiba ada yang melemparkan kursi kearah JA. Namun, tidak mengenainya secara, tapi dengan spontan datang tersangka/pelaku berinisial MU langsung meninju korban MA
dengan menggunakan tangan sebelah kanan, dan tepatnya mengenai mata sebelah kiri korban. Akibatnya, korban mengalami luka lecet dan memar di samping mata kiri, pelipis kiri dan atas kejadian itu MA merasa dirugikan.

Menurut Arif Kadarman, pasal yang disangkakan terhadap tersangka MU yaitu Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, dengan ancaman hukuman selama dua tahun delapan bulan penjara. Untuk itu, proses yang telah ditempuh Kejaksaan Negeri Aceh Utara hingga tercapainya perdamaian antara tersangka MU dan korban MA, sehingga dapat dilaksanakannya restorative justice atas perkara dimaksud.

“Tersangka telah menyadari apa yang telah dilakukannya adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum. Dan tersangka telah meminta maaf kepada korban, dan menyesali perbuatannya. Korban bersedia memaafkan tersangka dengan syarat tersangka membayar kerugian sebesar Rp8 juta, sebagai ganti rugi dan sekaligus sebagai tanda perdamaian antara tersangka MU dengan korban MA. Selanjutnya, kedua belah pihak bersedia untuk berdamai dan menandatangani laporan tentang proses perdamaian (Form Restorative Justice),” ungkap Arif Kadarman. []

 

  • Bagikan