Unicef Gandeng AJI Banda Aceh Gelar Peningkatan Kapasitas Jurnalis Tentang Covid-19 dan Imunisasi Rutin

  • Bagikan
United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) bekerjasama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh menyelenggarakan seminar bertajuk 'Peningkatan Kapasitas Jurnalis Tentang Covid-19 dan Imunisasi Rutin di Banda Aceh, 11 September 2022. durasi/rahmatmirza

BANDA ACEH – United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) bekerjasama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh menyelenggarakan seminar bertajuk ‘Peningkatan Kapasitas Jurnalis Tentang Covid-19 dan Imunisasi Rutin’.

Acara yang berlangsung selama dua hari itu diikuti oleh puluhan peserta dari media online, cetak, dan elektronik di Hotel Permata Hati, Banda Aceh, 10-11 September 2022.

Dengan menghadirkan enam pemateri yaitu, dr Iman Murrahman (Kabid P2PL Dinkes Aceh), Zuhri Noviandi  (AJI Banda Aceh), dr Herlina Dimiati (Ketua IDAI Aceh), Suratman (UNICEF), dr Dita Ramadona (UNICEF), danA AdiWarsidi (Ahli Pers Dewan Pers). “Isu pada anak bukan kesetaraan, tapi perlindungan. Perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran. Ini menjadi tanggung jawab negara,” tegas Suratman dari UNICEF.

Dalam pemaparannya ia menjelaskan, dalam konteks pekerjaan sebagai jurnalis dalam pencegahan Covid-19, jangan sampai publikasi menempatkan anak pada posisi beresiko. Ia mencotohkan, dalam pengambilan foto agar penampilkan keberdayaan anak dan bukan ketidakberdayaannya.

Sementara itu, dr Herlina Dimiati selaku Ketua IDAI Aceh memaparkan terkait imunisasi pada anak dan dampak pandemi bagi anak. “Cakupan imunasi di Aceh masih sangat rendah, ditambah  lagi kondisi Covid-19 orang tua takut membawa anaknya ke tempat kesehatan. Padahal kalau ke mall anaknya dibawa, ke pesta dibawa,” ujar dr Herlina menyayangkan.

Ia menegaskan, anak-anak tidak lepas dari ancaman virus Covid-19. Pun secara fisiologis, anak-anak berbeda dengan orang dewasa, sehingga ‘pintu masuk’ virus lebih kecil, sehingga tingkat resikonya juga berbeda. Untuk itu, selain menerapkan protokol kesehatan, anak usia 12-17 tahun juga harus menjalani vaksinasi Covid-19. Hal itu dilakukan, demi kekebalan tubuh yang pada akhirnya mewujudkan herd immunity.

Ia menambahkan, vaksin Covid-19 merupakan imunisasi khusus pada anak dan itu diatur dalam Undang-undang. “Tidak ada statement nakes meng-Covid-kan orang, kami harus mem-push pasien karena harus mengkhususkan tempat rawatan,” tegas dr Herlina.

Sementara itu, dr Dita Ramadona dari UNICEF menjelaskan, pihaknya terus melakukan advokasi ke pemerintah, sementara teknis ditujukan ke pihak rumah sakit. “Vaksin Covid-19 yang ada sekarang sudah melalui penelitian dan sudah diujicoba berulang-ulang, baik pada hewan maupun pada manusia. Jadi tidak ada istilahnya masyarakat jadi kelinci percobaan,” terang dr Dita.

Sementara itu, Adi Warsidi selaku Ahli Pers Dewan Pers, memaparkan tentang kode etik jurnalistik dan pemberitaan yang ramah anak. Dijelaskan, etika sifatnya mengikat dengan perilaku dan moral. Persoalan etik meliputi: amplop/ hadiah, memilih narsum anonim, penyamaran jurnalis, laporan jurnalistik tidak proporsional, laporan tidak berimbang, permintaan off the record, dan menjaga kaidah bahasa.

Sementara terkait anak, diatur dalam kode etik jurnalistik (DP 2006) -16 tahun pasal 5, kode etik jurnalistik (AJI 2017) poin 18, dan pedoman pemberitaan ramah anak (PER DP Nomor 1/II/2019).

Dalam sesi tanya jawab dengan ahli pers di Aceh itu, para awak media berdikusi tentang tantangan peliputan dalam hal penerapan kode etik di lapangan. Seperti halnya kasus kekerasan atau pelecehan seksual dan bagaimana menyajikannya dalam pemberitaan ramah anak. (*)

  • Bagikan