Komunikasi Interpersonal

  • Bagikan
Erlina, Mahasiswi Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh.

Penulis : Erlina

Mahasiswi Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh

Secara luas komunikasi adalah proses manusiawi yang melibatkan hubungan interpersonal. Komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas, begitu beragam dan bukan dari sekedar hanya sebatas wawancara semata.

Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu juga merupakan bentuk komunikasi (Rossel C.Swanburg, 2003). Jenis komunikasi yang paling sering digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara interpersonal, khususnya komunikasi perawat baik dengan pasien maupun keluarga pasien.

Komunikasi interpersonal biasanya lebih akurat dan tepat, serta juga merupakan komunikasi yang berlangsung dalam rangka membantu memecahkan masalah klien (Mundakir, 2006). Komunikasi efektif dalam Interprofesi Collaboration Practice sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayan.

Oleh karena itu, komunikasi yang efektif dan kolaborasi perlu diberi penekanan yang kuat di semua program perawatan kesehatan profesional untuk menjamin kepuasan dan keamanan pasien. Komunikasi mencakup berbagai strategi dan tujuan, baik komunikasi formal maupun informal antara penyedia dan pasien dengan keluarga mereka adalah kunci untuk perawatan pasien kolaboratif.

Ada kebutuhan yang dirasakan untuk lebih jelas dalam menanggapi bagaimana setiap memberikan kontribusi profesional untuk tim dan untuk lebih efektif mendelegasikan pekerjaan dan anggota tim langsung. Kurangnya komunikasi akan menghambat dalam pendelegasian.

Tujuan komunikasi efektif dalam Interprofesi Collaboration Practice sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan. Oleh karena itu, komunikasi yang efektif dan kolaborasi perlu diberi penekanan yang kuat di semua program perawatan kesehatan profesional untuk menjamin kepuasan dan keamanan pasien.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dimana maksudnya dengan cara mengumpulkan Sebanyak-banyaknya data untuk dianalisis. Yaitu dengan Literature review ini dengan menganalisis yang berfokus pada kompetensi kemampuan berpikir dalam praktik keperawatan.

Komunikasi yang efektif adalah bertanggungjawab dan saling menghargai antara sesama perawat dengan dokter, sehingga, nantinya mampu memberikan kontribusi yang terbaik dalam hubungan kerjasama. Komunikasi yang efektif antara perawat dengan dokter tentu mampu menumbuhkan kepercayaan antara profesi tersebut (Anggarawati, 2016).

Untuk itu, perlu adanya komunikasi yang efektif dalam paktik kolaborasi interprofesi guna meningkatkan kualitas pelayan dan keselamatan pasien.

Erlina, Mahasiswi Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh

Distribusi Pasien Rawat

Dalam karya ilmiah tesis ini penulis coba memberikan saran dalam upaya komunikasi interpersonal atau distribusi pasien rawat. Dimana, komunikasi interpersonal secara efektif dengan tim kesehatan lain sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan Interprofessional Collaboration, sehingga petugas kesehatan dapat melakukan tindakan pelayanan kesehatan yang aman dan efektif.

Dengan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan komunikasi antar profesi adalah dengan catatan perkembangan pasien terintegrasi.

Dengan demikian pelayanan di rumah sakit, yaitu pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan emergency. Pelayanan gawat darurat di antaranya pasien dengan CKD Stage III, membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat.

Pasien dirujuk dengan keluhan sesak dengan riwayat : DM + HT. Keluhan sesak, tanda-tanda vital TD: 180/100mmhg, HR: 90x/m, R/R: 34x/m, Temp 38.C, terdapat pembengkakan didaerah ektermitas bawah dan pasien mengeluh nyeri dan sulit BAK (anuria). Hasil Pemeriksaan lab menunjukkan Hb.7.3gr%. Ureum 188 Gr%. Creatinine 5 Gr%.

Beberapa diantaranya muncul seperti dokter menjelaskan tentang penyakit yg dialami, keluarga ada ekspresi terkejut. Kemudian perawat menjelaskan tentang perawatan dengan pasien CKD.

Berikutnya farmasi memberikan Obat-obatan yang berhubungan dengan resep jenis obat diuretik. Selanjutnya, rencana melakukkan Hemodialisis segera mungkin. Termasuk, perihal keluarga menolak rencana hemodialisis/ inform consent.

Sementara itu untuk pelayanan di gawat darurat, banyak pasien yang harus menunggu antrian mendapatkan tempat tidur. Penuhnya ruangan rawat inap menyebabkan pasien yang mengeluh kapan mereka mendapatkan tempat tidur untuk rawatan lanjutan.

Untuk pasien yang belum mendapatkan tempat tidur : Penyakit Dalam laki-laki 5 orang, Penyakit Dalam wanita 3 orang dan bedah 2 orang. Kemudian, perawat IGD menghubungi dokter Penyakit Dalam untuk melakukkan visite pada pasien yang masih berada di IGD, dari komunikasi tersebut bahwa ternyata diruang rawat Penyaki Dalam banyak pasien yang bukan penyakit dalam di rawat inapkan, yaitu bukan dengan diagnose Penyaki Dalam.

Disni dapat dilihat bahwa pendistribusian pasien terjadi kendala/masalah. Beberapa masalah itu antara lain, meliputi Dpjp Memberitahukan tentang pasien Penyaki Dalam di transfer ke Rawat Penyaki Dalam. Dokter jaga IGD untuk mengkonfirmasi pasien Penyaki Dalam yang akan dirawat inap.

Selanjutnya, perawat IGD melakukan konfirmasi ke ruang rawat inap Penyaki Dalam, tentang pasien yang akan dirawat inap serta memastikan ketersedian tempat tidur. Transposter mendapatkan informasi dari perawat untuk mengantar pasien ke rawat inap Penyaki Dalam.

Selain itu juga perawat ruang rawat inap PD juga harus melakukkan konfirmasi tentang rawat inap dan memastikan ketersediaan tempat tidur.

Ada 3 problem yang dialami dalam pendistribusian pasien di rumah sakit. Pertama, melakukan distribusi pasien dari IGD keruang rawat inap adalah hal yang harus dilakukan. Kemudian, bila terjadi masalah maka perlu dilakukkan pertemuan antara bagian yang terlibat didalam pendistribusian pasien seperti, dokter DPJP, dokter jaga, kapala ruangan, perawat IGD, dan perawat ruangan.

Kedua, para transporter dituntun juga untuk membicarakan dimana hal-hal yang dapat masalah ini dapat diatasi. Dimana, masalah ini menjadikan sebagai hal yang perlu diperhatikan untuk setiap pasien yang akan dirawat inapkan terlebih dahulu melakukkan konfirmasi ke DPJP dan ruangan.

Ketiga, dokter yang bertanggung jawab pada rawat inap mencari sumber masalah kenapa hal ini dapat terjadi dan bagian yang terkait untuk dapat mencari solusi dari masalah ini. Bila seandainya ada informasi dari IGD ada pasien yang akan di rawat inap bagian Penyaki Dalam untuk selalu melakukkan konfirmasi ketersediaan tempat tidur.

Perawat UGD melakukkan konfirmasi ruangan, transporter juga menanyakan akan keruangan mana pasien akan dibawa. Semua bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Saran

Kolaborasi antara penyedia layanan kesehatan yang diperlukan dalam pengaturan perawatan kesehatan apapun, karena tidak ada profesi tunggal yang dapat memenuhi kebutuhan semua pasien. Akibatnya, kualitas layanan yang baik tergantung pada professional yang bekerja sama dalam tim interprofessional.

komunikasi yang efektif antara profesional kesehatan juga penting untuk memberikan pengobatan yang efisien dan pasien-berorientasi komprehensif .Selain itu, ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk antara profesional kesehatan dipastikan akan berakhir merugikan pasien (Matziou1 at al, 2014).

Kolaborasi Interprofessional di lingkungan kerja profesional telah diakui oleh keperawatan, kedokteran gigi, kedokteran, dokter, farmasi, dan kesehatan masyarakat organisasi profesional sebagai komponen penting untuk aman, tinggi, kualitas, diakses, perawatan pasien berpusat (interprofessional Pendidikan Collaborative Panel Ahli, 2011).

Kolaborasi interprofessional bekerja diprofesi kesehatan untuk bekerja bersama-sama, berkolaborasi, berkomunikasi, sekaligus mengintegrasikan pelayanan dalam tim untuk memastikan perawatan yang terus menerus dan dapat diandalkan (IOM, 2003). (*)

  • Bagikan